Wednesday, January 11, 2017

PERMASALAHAN LINGKUNGAN DUNIA DAN USAHA PENYELESAIANNYA, SERTA PARTISIPASI INDONESIA


            Dunia saat ini mengalami berbagai macam masalah setiap harinya. Hal ini merupakan bagian yang normal dari kehidupan. Terdapat beberapa masalah lingkungan yang kita hadapi saat ini dan mempengaruhi kondisi global di bumi, seperti perubahan iklim dan bencana alam.
            Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia saat ini adalah polusi. Polusi dapat terjadi baik di udara, air maupun tanah. Perlu waktu ratusan tahun untuk memperbaikinya. Salah satu penyebab utama polusi adalah industri dan dan gas buang kendaraan bermotor. Selain itu, nitrat, metal kuat, dan plastik merupakan beberapa toksin yang dapat mengakibatkan polusi. Sedangkan polusi pada air disebabkan oleh tumpahan minyak, limbah perkotaan, dan hujan asam. Selanjuntya, polusi pada tanah terjadi ketika limbah industri dibuang pada tanah dan menghilangkan nutrisi pada tanah.

            Selain dari ketiga polusi yang terjadi pada ketiga elemen di atas, masalah besar yang dihadapi lingkungan dunia saat ini adalah pemanasan global. Pemanasan global terjadi dikarenakan adanya emisi yang dihasilkan dari efek rumah kaca. Pemanasan global meningkatkan temperatur atmosfer pada lautan dan permukaan bumi. Selain itu, pemanasan global juga mengakibatkan mencairnya es pada kutub bumi.
            Overpopulation atau populasi yang berlebihan menjadi permasalahan lingkungan yang kita hadapi saat ini. Peningkatan populasi mendorong peningkatan kebutuhan makanan dan air. Selain itu, populasi berlebihan juga memaksa manusia untuk mengeksplorasi alam lebih banyak dan cepat dibanding sebelumnya, sehingga sumber daya alam yang tidak terbarukan akan lebih cepat habis.
            Turunan masalah dari populasi yang berlebihan adalah timbul permasalahan dalam pembuangan limbah dunia. Banyak negara-negara maju yang dikenal menghasilkan plastik dan produk berbahaya lainnya bagi masyarakat, akan tetapi penanganan pembuangan limbah tidak semuanya terorganisir dengan baik, bahkan membunag semua sampah tersebut di laut dan merusak ekosistem laut. Selain sampah industri, limbah nuklir juga menjadi perhatian dunia. Penanganan limbah nuklir perlu menjadi perhatian dan ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan, limbah nuklir merupakan limbah yang berbahaya bagi manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan secara langsung. Makhluk hidup yang terkontaminasi limbah nuklir secara langsung dapat menderita kanker yang dapat merusak sel-sel di dalam tubuh, dan membahayakan jiwanya dalam waktu tertentu. Sehingga perlu penanganan dan ruang terisolasi khusus untuk penangan jenis limbah ini.
            Akibat dari semua permasalahan di atas, dan yang paling menjadi pusat perhatian dunia karena sangat mempengaruhi kehidupan manusia adalah peningkatan emisi CO2. Peningkatan emisi CO2 mengakibatkan perubahan iklim global, peningkatan temperatur atmosfer bumi, kenaikan permukaan air laut, dan iklim ekstrim pada daerah-daerah tertentu.
            Upaya internasional dalam menyikapi hal tersebut telah dimulai sejak tahun 1988 dengan dibentuknya IPCC. IPCC dibentuk dengan tujuan mendapatkan tinjauan komprehensif dan rekomendasi yang berkaitan tentang pengetahuan perubahan iklim, dampak sosial dan ekonomi, dan respon strategis yang mungkin dilakukan. Singkatnya, IPCC menaksirkan posisi dan peran manusia dalam ilmu pengetahuan dan sains terhadap perubahan iklim.

Kelanjutan dari IPCC adalah diadkannya pertemuan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro, Brazil. Hasil konvensi di Rio salah satunya adalah membentuk United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dengan anggota sebanyak 197 negara yang telah meratifikasi Konvensi, dan disebut sebagai Pihak Konvensi. UNFCCC menjadi salah satu hasil konferensi yang fenomenal, dimana perannya terhadap permasalahan lingkungan masih terlihat dan mencapai banyak kesepakatan dunia untuk mengatasinya. Salah satu yang dihasilkan dari UNFCCC adalah diadakannya Convention Of Parties (COP) setiap tahunnya untuk mengevaluasi dan mendapatkan rekomendasi terkait kondisi dan permasalahan lingkungan global saat ini.
Protokol Kyoto menjadi salah satu contoh kesepakatan yang dihasilkan UNFCCC pada tahu 2005. Dalam Protokol Kyoto disetujui secara sah, dimana negara-negara industri akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibadningkan tahun 1992. Beberapa kesepakatan lainnya yang dihasilkan dalam Protokol Kyoto adalah Joint Implementation (JI), Clean Development Mechanism (CDM), dan International Emission Trading (IET). Ketiganya merupakan kesepakatan yang bertujuan untuk mengurangi emisi global.
Protokol Kyoto menjadi salah satu kesepakatan yang gagal dilaksanakan oleh dunia internasional. Temuan IPCC menunjukkan telah terjadi kenaikan GRK sebesar 379 ppm pada tahun 2005. Kondisi tersebut mengakibatkan temperatur bumi meningkat sebesar 0.54 derajat celcius pada 2007. Laporan itu juga menyebutkan bahwa pada 2005, tutupan es di laut Artik telah menurun rata-rata sebesar 2.7% setiap tahunnya sementara permukaan air laut juga telah naik sekitar 0,5 mm setiap tahunnya. Laporan IPCC tersebut memberikan indikasi yang nyata bahwa Protokol Kyoto telah gagal dilaksanakan.
Kelanjutan dari Protokol Kyoto adalah dihasilkannya Kesepakatan Paris (Paris Agreement) pada tahun 2015. Dalam Kesepakatan Paris disepakati bahwa negara-negara di seluruh dunia diharapakan memasukkan angka yang pasti terkait kontribusi penurunan karbon dioksida dengan Intended Nationally Determined Contribution (INDC).
Paris Agreement yang merupakan hasil COP 21 di Paris, telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2016. Dalam ratifikasi tersebut, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 29% hingga tahun 2030 dengan upaya sendiri dan dengan bantuan internasional sebesar 41%.
Angka penurunan emisi karbon dibuat oleh masing-masing negara. Mereka harus memiliki hitungan bagaimana mencapai dan melalui rencana aksi apa saja yang akan dilakukan. Bagian pertama dari INDC setiap negara adalah target mitigasi. Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi karbon. Setiap negara dapat melakukan mitigasi dengan mengelola sektor transportasi, energi, pertanian, kehutanan dan perumahan, sehingga mereka bisa mengurangi emisi karbon dioksida.
Bagian kedua dari INDC setiap negara adalah adaptasi, yaitu bagaimana menyiapkan penduduk dunia untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Dampaknya berupa kenaikan permukaan laut, lebih banyak kejadian akibat cuaca ekstrim, kekeringan yang ekstrim dan berkepanjangan, serta suhu bumi yang terus memanas. Semua fenomena itu membahayakan sektor pertanian, mengancam ketahanan pangan, ketahanan air, kesehatan dan banyak lagi. Melalui INDC setiap negara berjanji membuat program untuk memastikan semua sektor yang rentan terkena dampak perubahan iklim lebih siap dan tahan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan bahwa INDC Indonesia berorientasi pada pembangunan masa depan rendah karbon. Fokusnya, sektor pangan, energi, dan sumber daya air, serta memerhatikan karakter Indonesia sebagai negara kepulauan. INDC Indonesia memiliki kekhasan dengan menjadikan masyarakat adat sebagai faktor penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Pada COP22 di Maroko tahun 2016, Indonesia memaparkan salah satu proyek energi terbarukan di Sumba yang disebut sebagai proyek Sumba Iconic Island (SII). Penerapan energi terbarukan untuk Sumba dibawah proyek Sumba Iconic Island (SII) digawangi Kementrian ESDM bekerja sama dengan Lembaga Hivos.

Proyek SII ini merupakan ambisi pemerintah daerah dan nasional, komunitas masyarakat sipil, pihak swasta dan para pemangku kepentingan lainnya di Indonesia untuk mencapai target 100% energi terbarukan di Sumba pada tahun 2025. Proyek ini dinilai bisa menjadi contoh yang dapat ditiru oleh negara-negara lain dalam menerapkan 100% energi terbarukan.
Dipilihnya Sumba sebagai lokasi proyek percontohan ini pertama dikarenakan rasio elektrifikasinya yang sangat rendah (hanya 24% saat proyek SII belum dijalankan). Kedua, kondisi geografis yang tandus dan berbukit-bukit sehingga membuat Sumba sulit dialiri listrik dengan cara tradisional menggunakan grid PLN. Sementara sumber-sumber energi terbarukan seperti potensi matahari, air dan angin berlimpah di pulau kecil ini. Proyek ini dimulai pada tahun 2010, hingga sekarang SII sudah berhasil menggandakan rasio elektrifikasi pulau Sumba menjadi sekitar 42%.

Menurut studi kasus proyek pencontohan Sumba Iconic Island, dapat disimpulkan bahwa pembangunan off-grid melalui pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan yang tersedia secara lokal di daerah-daerah yang tidak terjangkau grid PLN adalah jauh lebih murah daripada harus membangun grid atau mendatangkan energi fossil dari kota/pulau terdekat (Hivos, 2010; ADB, 2015).
Proyek off-grid seperti SII bisa berjalan dengan baik karena ada pelibatan semua pihak yang berkepentingan. Proyek ini bisa sukses jika semua pihak, baik dari masyarakat, pemerintah, LSM dan swasta ikut berperan. Jika masyarakat dilibatkan dan dilatih untuk mengelola, mereka akan memiliki rasa memiliki yang tinggi, dengan demikian mereka bisa mengelola dan menjaganya dengan baik. Untuk itu, alangkah baiknya apabila pemerintah dapat memperbanyak pembangunan akses listrik melalui pemanfaatan energi terbarukan menggunakan sistem distribusi off-grid. Selain biayanya lebih murah untuk daerah terpencil, sistem off grid dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau pembangkit energi fosil.




1 comment:

  1. Caesars Palace Casino & Hotel - Mapyro
    Find the best prices on Caesars 청주 출장샵 Palace Casino & 부천 출장안마 Hotel 광양 출장안마 in 논산 출장안마 Las Vegas 구리 출장마사지 (MapYRO) and other New Jersey casinos.

    ReplyDelete